Subscribe:

Pages

Kamis, 31 Maret 2011

PERAWATAN PAYUDARA

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan.

    Pembahasan dalam makalah ini kami sajikan melalui diskusi dengan tujuan agar mahasiswa/mahasiswi memahami dan mengetahui apa yang saya sajikan.yaitu mengenai "Perawatan Payudara"

    Penyusun makalah ini berdasarkan atas buku-buku menganai Perawatan Payudara informasi Perawatan Payudara melalui internet. Kami sadar makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca,khusus dari mahasiswa/mahasiswi sehingga lebih baik lagi pada makalah selanjutnya.

    Pada kesempatan ini ,kami ucapkan terima kasih.Semoga buku ini bermanfaat bagi si pembaca.amien....


 


 


 


 


 


 


 

PERAWATAN PAYUDARA

Tujuan Perawatan Payudara

Perawatan Payudara pasca persalinan merupakan kelanjutan perawatan payudara semasa hamil, yang mempunyai tujuan sebagai berikut :

1) Untuk menjaga kebersihan payudara sehingga terhindar dari infeksi

2) Untuk mengenyalkan puting susu, supaya tidak mudah lecet

3) Untuk menonjolkan puting susu

4) Menjaga bentuk buah dada tetap bagus

5) Untuk mencegah terjadinya penyumbatan

6) Untuk memperbanyak produksi ASI

7) Untuk mengetahui adanya kelainan

Pelaksanaan perawatan payudara pasca persalinan dimulai sedini mungkin yaitu 1 – 2 hari sesudah bayi dilahirkan. Hal itu dilakukan 2 kali sehari.

Pelaksanaan Perawatan Payudara

Persiapan Alat

1. Baby oil secukupnya.

2. Kapas secukupnya

3. Waslap, 2 buah

4. Handuk bersih, 2 buah

5. Bengkok

6. 2 baskom berisi air (hangat dan dingin)

7. BH yang bersih dan terbuat dari katun

Persiapan Ibu

1. Cuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir dan keringkan dengan handuk.

2. Baju ibu bagian depan dibuka

3. Pasang handuk

Pelaksanaan Perawatan Payudara

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan perawatan payudara pasca persalinan, yaitu:

1. Puting susu dikompres dengan kapas minyak selama 3-4 menit, kemudian bersihkan dengan kapas minyak tadi.

2. Pengenyalan yaitu puting susu dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk diputar kedalam 20 kali keluar 20 kali.

3. Penonjolan puting susu yaitu :

1) Puting susu cukup ditarik sebanyak 20 kali

2) Dirangsang dengan menggunakan ujung waslap

3) Memakai pompa puting susu

4. Pengurutan payudara:

1) Telapak tangan petugas diberi baby oil kemudian diratakan

2) Peganglah payudara lalu diurut dari pangkal ke putting susu sebanyak 30 kali

3) Pijatlah puting susu pada daerah areola mammae untuk mengeluarkan colostrums.

4) Bersihkan payudara dengan air bersih memakai waslap.

PERAWATAN SEMASA HAMIL

Saat seorang wanita hamil, terjadi perubahan-perubahan pada tubuhnya yang memang secara alamiah dipersiapkan untuk menyambut datangnya si buah hati. Perubahan-perubahan itu antara lain berat badan bertambah, perubahan pada kulit, perubahan pada payudara, dll.

Perawatan payudara sangat penting dilakukan selama hamil sampai masa menyusui. Hal ini karena payudara merupakan satu-satunya penghasil ASI yang merupakan makanan pokok bayi yang baru lahir sehingga harus dilakukan sedini mungkin. Inilah karunia Allah yang sangat besar kepada kaum wanita di mana ASI merupakan makanan paling cocok bagi bayi, komposisinya paling    
lengkap, dan tidak bisa ditandingi susu formula buatan manusia.

Perawatan payudara selama hamil memiliki banyak manfaat, antara lain:
• Menjaga kebersihan payudara terutama kebersihan puting susu.
• Melenturkan dan menguatkan puting susu sehingga memudahkan bayi untuk menyusu.    
• Merangsang kelenjar-kelenjar air susu sehingga produksi ASI banyak dan lancer    .
• Dapat mendeteksi kelainan-kelainan payudara secara dini dan melakukan upaya untuk mengatasinya.    
• Mempersiapkan mental (psikis) ibu untuk menyusui.

Bila seorang ibu hamil tidak melakukan perawatan payudara dengan baik dan hanya melakukan perawatan menjelang melahirkan atau setelah melahirkan maka sering dijumpai kasus-kasus yang akan merugikan ibu dan bayi. Kasus-kasus yang sering terjadi antara lain:    
• ASI tidak keluar. Inilah yang sering terjadi. Baru keluar setelah hari kedua atau lebih.    
• Puting susu tidak menonjol sehingga bayi sulit menghisap.    
• Produksi ASI sedikit sehingga tidak cukup dikonsumsi bayi.    
• Infeksi pada payudara, payudara bengkak atau bernanah.    
• Muncul benjolan di payudara, dll.

Kasus-kasus tersebut insya Allah bisa dicegah dengan melakukan perawatan payudara sedini mungkin. Berikut ini perawatan payudara yang bisa dilakukan:    
a. Umur kehamilan 3 bulan    
Periksa puting susu untuk mengetahui apakah puting susu datar atau masuk ke dalam dengan cara memijat dasar puting susu secara perlahan. Putting susu yang normal akan menonjol keluar. Apabila puting susu tetap datar atau masuk kembali ke dalam payudara, maka sejak hamil 3 bulan harus dilakukan perbaikan agar bisa menonjol. Caranya adalah dengan menggunakan kedua jari telunjuk atau ibu jari,    
daerah di sekitar puting susu diurut ke arah berlawanan menuju ke dasar payudara sampai semua daerah payudara. Dilakukan sehari dua kali selama 6 menit.

b. Umur kehamilan 6-9 bulan    
• Kedua telapak tangan dibasahi dengan minyak kelapa.    
• Puting susu sampai areola mamae (daerah sekitar puting dengan warna lebih gelap) dikompres dengan minyak kelapa selama 2-3 menit. Tujuannya untuk memperlunak kotoran atau kerak yang menempel pada puting susu sehingga mudah dibersihkan. Jangan membersihkan dengan alkohol atau yang lainnya yang bersifat iritasi karena dapat menyebabkan puting susu lecet.    
• Kedua puting susu dipegang lalu ditarik, diputar ke arah dalam dan ke arah luar (searah dan berlawanan jarum jam).    
• Pangkal payudara dipegang dengan kedua tangan, lalu diurut ke arah puting susu sebanyak 30 kali sehari.    
• Pijat kedua areola mamae hingga keluar 1-2 tetas.    
• Kedua puting susu dan sekitarnya dibersihkan dengan handuk kering dan bersih.
• Pakailah BH yang tidak ketat dan bersifat menopang payudara,
jangan memakai BH yang ketat dan menekan payudara.

PERAWATAN PASCA KEHAMILAN

Bagi seorang wanita, payudara adalah organ tubuh yang sangat penting bagi keberlangsungan perkembangan bayi yang baru dilahirkannya. Payudara memang secara natural akan mengeluarkan ASI begitu ibu melahirkan. Tetapi bukan berarti seorang wanita atau ibu tidak perlu merawat payudaranya.

Perawatan payudara setelah melahirkan bertujuan agar payudara senantiasa bersih dan mudah dihisap oleh bayi. Banyak ibu yang mengeluh bayinya tidak mau menyusu, bisa jadi ini disebabkan oleh faktor teknis seperti puting susu yang masuk atau posisi yang salah. Selain faktor teknis ini tentunya air susu ibu juga dipengaruhi oleh asupan nutrisi dan kondisi psikologis ibu.

Faktor nutrisi bisa dipenuhi dengan tambahan asupan kalori 500 kkal per harinya, khususnya nutrisi kaya protein (ikan, telur, hati), kalsium (susu), dan vitamin (sayur, buah). Juga, banyak minum air putih. Faktor psikologis pun penting dalam menciptakan suasana santai dan nyaman, tidak terburu-buru dan tidak stess saat menyusui.

Untuk itu, langkah-langkah dibawah ini semoga dapat membantu Anda kaum wanita dalam merawat payudara.

1. Siapkan alat dan bahan berikut    
* Baby Oil atau Minyak kelapa bersih    
* Gelas    
* Air hangat dan dingin dalam baskom kecil    
* Dua buah handuk mandi bersih    
* Kapas    
* Handuk kecil atau washlap untuk kompres    
2. Kompres puting susu dengan kapas yang dibasahi baby oil selama beberapa menit
3. Lakukan pengurutan payudara sebagai berikut :

* Pengurutan Pertama    
o Licinkan kedua tangan dengan minyak. Tempatkan kedua tangan diantara payudara.
o Pengurutan dilakukan dimulai ke arah atas, lalu telapak tangan kiri ke arah sisi kiri dan telapak kanan ke arah sisi kanan.    
o Lakukan terus pengurutan ke bawah dan ke samping.    
o Ulangi masing-masing 20 hingga 30 gerakan untuk setiap payudara.    
* Pengurutan Kedua    
o Sokong payudara kiri dengan tangan kiri, kemudian dengan pinggir kelingking tangan kanan urut payudara dari pangkal hingga puting susu. Lakukan juga untuk payudara sebelah kanan.    
o Ulangi masing-masing 20 hingga 30 gerakan untuk setiap payudara.
* Pengurutan Ketiga    
o Sokong payudara kiri dengan satu tangan kiri sedang tangan kanan mengepal dan mengurut dengan buku-buku jari pangkal ke arah puting susu.
o Lakukan juga untuk payudara sebelah kanan.    
o Ulangi masing-masing 20 hingga 30 gerakan untuk setiap payudara.
* Pengurutan keempat    
o Pegang pangkal payudara dengan kedua tangan lalu urut dari pangkal payudara ke arah puting susu sebanyak satu kali    
* Pengurutan kelima    
o Pijat puting susu hingga keluar cairan ASI dan tampung dengan tempat yang bersih/gelas.    
* Pengompresan    
o Kompres kedua payudara dengan handuk kecil hangat selama dua menit, lalu ganti dengan kompres air dingin dua menit dan yang kompres lagi dengan air hangat selama dua menit.


 

Penutup

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT.Karena atas berkah-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu.Dapat diterima.

    Terimakasih saya ucapkan kepada Ibu Sakiah Putri selaku dosen mata kuliah yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini.Terimakasih kami ucapkan pula kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan.

     Kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan untuk itu kami berharap rekan pembaca mau memberikan kritik sarannya.Karna kritik dan saran kalian semua merupakan modal kami untuk menyusun makalah selanjutnya


 


 


 

Rabu, 23 Maret 2011

Askep Anafilaksis

BAB II. PEMBAHASAN


 


 

  1. KONSEP DASAR MEDIK
    1. Pengertian Anafilaksis

          Anafilaksis adalah suatu reaksi alergi yang bersifat akut, menyeluruh dan bisa menjadi berat. Anafilaksis terjadi pada seseorang yang sebelumnya telah mengalami sensitisasi akibat pemaparan terhadap suatu alergen. Anafilaksis tidak terjadi pada kontak pertama dengan alergen. Pada pemaparan kedua atau pada pemaparan berikutnya, terjadi suatu reaksi alergi. Reaksi ini terjadi secara tiba-tiba, berat dan melibatkan seluruh tubuh.

          Anafilaksis adalah reaksi sistemik yang mengancam jiwa dan mendadak terjadi pada pemajanan substansi tertentu. Anafilaksis diakibatkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe I , dimana terjadi pelepasan mediator kimia dari sel mast yang mengakibatkan vasodilatasi massif, peningkatan permeabilitas kapiler, dan penurunan peristaltic.



       


          Anafilaksis adalah suatu respons klinis hipersensitivitas yang akut, berat dan menyerang berbagai macam organ. Reaksi hipersensitivitas ini merupakan suatu reaksi hipersensitivitas tipe cepat (reaksi hipersensitivitas tipe I), yaitu reaksi antara antigen spesifik dan antibodi spesifik (IgE) yang terikat pada sel mast. Sel mast dan basofil akan mengeluarkan mediator yang mempunyai efek farmakologik terhadap berbagai macam organ tersebut.


       

    2. Etiologi/Penyebab

          Anafilaksis bisa tejadi sebagai respon terhadap berbagai alergen. Penyebab yang sering ditemukan adalah:

      1. Gigitan/sengatan serangga
      2. Serum kuda (digunakan pada beberapa jenis vaksin)
      3. Alergi makanan
      4. Alergi obat

      Serbuk sari dan alergen lainnya jarang menyebabkan anafilaksis. Anafilaksis mulai terjadi ketika alergen masuk ke dalam aliran darah dan bereaksi dengan antibodi IgE. Reaksi ini merangsang sel-sel untuk melepaskan histamin dan zat lainnya yang terlibat dalam reaksi peradangan kekebalan.

      Beberapa jenis obat-obatan (misalnya polymyxin, morfin, zat warna untuk rontgen), pada pemaparan pertama bisa menyebabkan reaksi anafilaktoid (reaksi yang menyerupai anafilaksis). Hal ini biasanya merupakan reaksi idiosinkratik atau reaksi racun dan bukan merupakan mekanisme sistem kekebalan seperti yang terjadi pada anafilaksis sesungguhnya.


       

    3. Manifestasi Klinik

          Gambaran kilinis anafilaksis sangat bervariasi, baik cepat dan lamanya reaksi maupun luas dan beratnya reaksi. Gejala dapat dimulai dengan gejala prodromal baru menjadi berat. Keluhan yang sering dijumpai pada fase permulaan adalah rasa takut, perih dalam mulut, gatal pada mata dan kulit, panas dan kesemutan pada tungkai, sesak, mual, pusing, lemas dan sakit perut.

          Adapun Gejala-gejala yang secara umum, bisa pula ditemui pada suatu anafilaksis adalah:

  • Gatal di seluruh tubuh
  • Hidung tersumbat
  • Kesulitan dalam bernafas
  • Batuk
  • Kulit kebiruan (sianosis), juga bibir dan kuku
  • Pusing, berbicara tidak jelas
  • denyut nadi yang berubah-ubah
  • jantung berdebar-debar (palpitasi)
  • mual, muntah dan kulit kemerahan.
  1. Patofisiologi

        Sistem kekebalan melepaskan antibodi. Jaringan melepaskan histamin dan zat lainnya. Hal ini menyebabkan penyempitan saluran udara, sehingga terdengar bunyi mengi (bengek), gangguan pernafasan; dan timbul gejala-gejala saluran pencernaan berupa nyeri perut, kram, muntah dan diare.
    Histamin menyebabkan pelebaran pembuluh darah (yang akan menyebabkan penurunan tekanan darah) dan perembesan cairan dari pembuluh darah ke dalam jaringan (yang akan menyebabkan penurunan volume darah), sehingga terjadi syok. Cairan bisa merembes ke dalam kantung udara di paru-paru dan menyebabkan edema pulmoner.

        Seringkali terjadi kaligata (urtikaria) dan angioedema. Angioedema bisa cukup berat sehingga menyebabkan penyumbatan saluran pernafasan. Anafilaksis yang berlangsung lama bisa menyebabkan aritimia jantung. Pada kepekaan yang ekstrim, penyuntikan allergen dapat mengakibatkan kematian atau reaksi subletal dan umumnya reaksi yang berat terjadi secara cepat. Individu yang terkena merasakan gelisah, diikuti dengan cepat oleh rasa ringan pada kepala yang mengakibatkan singkop. Rasa gatal di tangan dan di kepala dapat menjadi urtikaria yang menutupi sebagian besar permukaan kulit. Pembengkakan jaringan local dapat timbul dalam beberapa menit dan khususnya mengubah bentuk kelopak mata, bibir, lidah, tangan dan genitalia.


     

  2. Diagnosis

    Pemeriksaan fisik menunjukkan:

    1. kaligata di kulit dan angioedema (pembengkakan mata atau wajah)
    2. kulit kebiruan karena kekurangan oksigen atau pucat karena syok.
    3. denyut nadi cepat
    4. tekanan darah rendah.
    5. Pemeriksaan paru-paru dengan stetoskop akan terdengar bunyi mengi (bengek) dan terdapat cairan di dalam paru-paru (edema pulmoner).


       


       

  3. Pengobatan

        Anafilaksis merupakan keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera. Bila perlu, segera lakukan resusitasi kardiopulmonal, intubasi endotrakeal (pemasangan selang melalui hidung atau mulut ke saluran pernafasan) atau trakeostomi/krikotirotomi (pembuatan lubang di trakea untuk membantu pernafasan).

        Epinefrin diberikan dalam bentuk suntikan atau obat hirup, untuk membuka saluran pernafasan dan meningkatkan tekanan darah. Untuk mengatasi syok, diberikan cairan melalui infus dan obat-obatan untuk menyokong fungsi jantung dan peredaran darah. Antihistamin (contohnya diphenhydramine) dan kortikosteroid (misalnya prednison) diberikan untuk meringankan gejala lainnya (setelah dilakukan tindakan penyelamatan dan pemberian epinefrin).


     

  4. Pencegahan

        Hindari alergen penyebab reaksi alergi. Untuk mencegah anafilaksis akibat alergi obat, kadang sebelum obat penyebab alergi diberikan, terlebih dahulu diberikan kortikosteroid, antihistamin atau epinefrin.

        Serangan serangga atau beberapa jenis binatang lain sudah dapat dicegah dengan cara desensitisasi yang berupa penyuntikan berulang-ulang dari dosis rendah sampai dianggap cukup dalam jangka waktu yang cukup lama.


 

  1. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
    1. Pengkajian Pasien
  • Aktifitas/ istirahat

        Gejala    : Merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena adanya rasa takut, sesak, lemas dan pusing serta gatal/pruritus.

    Tanda    :    Gangguan Pada tungkai (kesemutan), rasa gatal pada kulit tangan dan kepala.

  • Kardiovaskuler

    Gejala    : Palpitasi, takikardia, hipotensi, renjatan dan pingsan

    Tanda    : Pada EKG ditemukan aritmia, T mendatar atau terbalik, fibrilasi ventrikel sampai asistol.

  • Integritas Ego

Gejala    : Perasaan tidak berdaya, putus asa

Tanda    : Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan gembira. Kesulitan untuk mengekspresikan diri.

  • Makanan/cairan

    Gejala    : Mual, muntah, sakit perut dan dapat terjadi diare.

  • Neurosensori

    Gejala    : Sinkope/pusing, kesemutan

Tanda    :    Tingkat kesadaran; biasanya terjadi koma, disorientasi, halusinasi dan kejang.

  • Nyeri/kenyamanan

Gejala    : Sakit kepala (pusing), sakit di bagian perut, gatal pada mata dan kulit.

  • Pernapasan

    Gejala    :    Rinitis, bersin, gatal di hidung, batuk, sesak, suara serak, gawat nafas, takipnea samoai apnea.

  • Interaksi Sosial

    Tanda    : Ketidakmampuan untuk berkomunikasi akibat berbagai gangguan pada tubuh, seperti gatal, sesak, dan rasa takut

  1. Diagnosa Keperawatan
  • Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan reaksi alergi, , gigitan serangga dan pruritus
  • Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sesak, takipnea.
  • Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan mual; muntah, diare.
  • Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan adanya nyeri kepala, ketegangan.
  • Defisit Volume cairan tubuh berhubungan dengan mual; muntah, diare, intrake kurang.
  • Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, gatal diseluruh tubuh.
  • Kurang pengetahuan mengenai kondisi/penyakit berhubungan dengan kurang pemajanan dan kesalahan interpretasi informasi


     

  1. Intervensi Keperawatan & Rasional
    1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan reaksi alergi, gigitan serangga dan pruritus

      Intervensi :

      1. Kaji kondisi kulit setiap hari, catat warna dan adanya lesi pada kulit dan amati perubahannya.

        R : Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat.

      2. Pertahankan personal hygiene kulit, mis; membasuh kemudian keringkan dengan hati-hati lakukan penggunaan lotion/krim

        R : mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi. Pembasuhan kulit sebagai ganti menggaruk u/ menurunkan resiko trauma dermal pada kulit.

      3. Gunting kuku secara teratur

        R : Kuku yang panjang/kasar dapat meningkatkan resiko kerusakan dermal.

      4. Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah diketahui. 

        R : menghindari alergen akan menurunkan respon alergi

      5. Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan yang mengandung allergen

        R : menghindari alergen akan menurunkan respon alergi


         

    2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sesak, takipnea.

      Intervensi :

      1. Identifikasi penyebab/factor pencetus.

        R : Identifikasi ini dapat memberikan informasi sebagai dasar dalam menetapkan intervensi selanjutnya.

      2. Monitor fungsi respirasi dan kaji tanda-tanda vital.

        R : Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi akibat stress fisiologi dan dapat menunjukkan terjadinya syok.

      3. Auskultasi bunyi nafas, misalnya berkurang/hilangnya bunyi nafas dilobus/segmen tertentu.

        R : Bunyi nafas dapat menurun atau tak ada pada lobus, segmen paru atau seluruh bagian paru.

      4. Berikan posisi semi fowler/tinggikan tempat tidur bagian kepala.

        R : Posisi membantu memaksimalkan ekdspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan.

      5. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan melalui kanula/masker sesuai indikasi.

        R : Alat dalam menurunkan kerja nafas, meningkatkan penghilang distress respirasi dan sianosis sehubungan dengan hipoksemia.

    3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan mual; muntah, diare.

      Intervensi :

  • Pantau masukan makanan setiap hari

    Rasional : Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi.

  • Ukur BB setiap hari sesuai indikasi

    Rasional : Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi.

    • Berikan makan dalam porsi/jumlah yang kecil dan dalam waktu yang sering dengan teratur.

      Rasional : Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan dan meningkatkan kerjasama pasien saat makan

    • Kontrol faktor lingkungan (bau, bising), dan Ciptakan suasana makan yang menyenangkan

      Rasional :

    Kolaborasi:

  • Konsultasi dengan ahli gizi dan berikan Vitamin

    Rasional : Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori/nutrisi sesuai umur dan berat badan.


     

  1. Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan adanya nyeri kepala, ketegangan.

    Intervensi :

    1. Bantu klien Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang

      Rasional : Lingkungan yang tenang dapat memberikan ketenangan untuk tidur

    2. Atur posisi tidur senyaman mungkin.

      Rasional : Membantu menginduksikan tidur

    3. Kaji pola kebiasaan tidur klien.

      Rasional : Mengidentifikasi intervensi yang tepat

    4. Instruksikan tindakan relaksasi

      Rasional : Membantu menginduksi tidur klien.

    5. Hindari gangguan terhadap pasien bila mungkin

      Rasional : Tidur tanpa gangguan dapat menimbulkan rasa segar, dan pasien mungkin tidak bisa tidur kembali bila telah terbangun.

    6. Penatalaksanaan pemberian obat sedative, hipnotik sesuai indikasi.

      Rasional : Membantu/memudahkan pasien untuk memenuhi istirahat/tidurnya.


     

  2. Defisit Volume cairan tubuh berhubungan dengan mual; muntah, diare, intrake kurang.

    Intervensi :

    1. Kaji kemungkinan adanya tanda-tanda dehidrasi serta catat intake dan output

      R : Membran mukosa dan kulit yang kering menunjukkan adanya tanda dehidrasi. Memantau input dan haluaran memberikan informasi tentang keseimbangan cairan tubuh.

    2. Kaji tanda-tanda vital (TD, nadi, suhu)

      R : Hipotensi, takikardi dan demam dapat menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan.

    3. Anjurkan klien tetap mempertahankan intake peroral yaitu makan dan minum sedikit-sedikit tapi sering

      R :
      Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi/cairan, dan menghindari terjadinya distensi abdomen.

    4. Catat dan laporkan adanya mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi lambung

      R : Kehilangan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilangan cairan dan elektrolit dan mempengaruhi cara pemberian cairan/nutrisi

    5. Lakukan pemberian cairan (infuse/IV)

      R : Mengembalikan keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh

  3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, gatal diseluruh tubuh.

    Intervensi :

    1. Bantu klien mengekspresikan perasan marah, kehilangan dan ketakutan.

      Rasional : Ansietas berkelanjutan memberikan dampak serangan jantung.

    2. Kaji tanda verbal dan nonverbal didampingi klien dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku merusak.

      Rasional : Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah.

    3. Lakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan dan beri lingkungan yang tenang serta suasana penuh istirahat.

      Rasional : Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.

    4. Tingkatkan kontrol sensasi klien.

      Rasional : Memberikan informasi tentang keadaan klien.

    5. Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.

      Rasional : Orientasi dapat menurunkan ansietas.

    6. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan kecemasannya.

      Rasional : Mengurangi ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.


     


     


     

  4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi/penyakit berhubungan dengan kurang pemajanan dan kesalahan interpretasi informasi

    Intervensi :

    1. Kaji tingkat pengetahuan pasien/orang terdekat tentang : Faktor risiko, faktor pencetus, perawatan tindak lanjut dirumah

      Rasional : Perlu untuk pembuatan rencana instruksi individu, mengidentifikasi secara verbal kesalahpahaman dan memberikan penjelasan

    2. Berikan informasi dalam bentuk belajar yang bervariasi misalnya leaflet tentang: Faktor risiko, Faktor pencetus, Perawatan tindak lanjut dirumah.

      Rasional : Penggunaan metode belajar yang bermacam-macam meningkatkan penyerapan materi.

    3. Dorong penguatan faktor risiko, pembatasan diet, aktifitas seksual dan gejala yang memerlukan perhatian medis

      Rasional : Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mencakup informasi dan mengasumsi kontrol/partisipasi dalam program rehabilitasi

    4. Identifikasi sumber-sumber yang ada dimasyarakat

      Rasional : Meningkatkan kemampuan koping dan meningkatkan penanganan dirumah dan penyesuaian terhadap kerusakan


     


     


 


 


 


 


 


 

DAFTAR PUSTAKA


 

H. Suyono Slamet. 2001. Buku Ajar, ILMU PENYAKIT DALAM. Jilid II, Edisi ketiga. Penerbit; Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2001

Sylvia. A. Price. 2005. PATOFISIOLOGI, Konsep klinis Proses-proses Penyakit. Volume 1, Edisi 6. Penerbit; EGC. 2005

Marilynn. E. Doenges. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Penerbit; EGC

Sandra M. Nettina. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Penerbit; EGC. 2001

ASKEP VERTIGO


A. Pengertian

Perkataan vertigo berasal dari bahasa Yunani vertere yang artinya memutar. Pengertian vertigo adalah : sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya, dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat keseimbangan tubuh Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala pusing saja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin, mual, muntah) dan pusing. Dari (http://www.kalbefarma.com).


B. Etiologi

Menurut (Burton, 1990 : 170) yaitu :

1. Lesi vestibular :
* Fisiologik
* Labirinitis
* Menière
* Obat ; misalnya quinine, salisilat.
* Otitis media
* "Motion sickness"
* "Benign post-traumatic positional vertigo"
2. Lesi saraf vestibularis
* Neuroma akustik
* Obat ; misalnya streptomycin
* Neuronitis
* vestibular
3. Lesi batang otak, serebelum atau lobus temporal
* Infark atau perdarahan pons
* Insufisiensi vertebro-basilar
* Migraine arteri basilaris
* Sklerosi diseminata
* Tumor
* Siringobulbia
* Epilepsy lobus temporal

Menurut (http://www.kalbefarma.com)

1. Penyakit Sistem Vestibuler Perifer :
* Telinga bagian luar : serumen, benda asing.
* Telinga bagian tengah: retraksi membran timpani, otitis media purulenta akuta, otitis media dengan efusi, labirintitis, kolesteatoma, rudapaksa dengan perdarahan.
* Telinga bagian dalam: labirintitis akuta toksika, trauma, serangan vaskular, alergi, hidrops labirin (morbus Meniere ), mabuk gerakan, vertigo postural.
* Nervus VIII. : infeksi, trauma, tumor.
* Inti Vestibularis: infeksi, trauma, perdarahan, trombosis arteria serebeli posterior inferior, tumor, sklerosis multipleks.
2. Penyakit SSP :
* Hipoksia Iskemia otak. : Hipertensi kronis, arterios-klerosis, anemia, hipertensi kardiovaskular, fibrilasi atrium paroksismal, stenosis dan insufisiensi aorta, sindrom sinus karotis, sinkop, hipotensi ortostatik, blok jantung.
* Infeksi : meningitis, ensefalitis, abses, lues.
* Trauma kepala/ labirin.
* Tumor.
* Migren.
* Epilepsi.
3. Kelainan endokrin: hipotiroid, hipoglikemi, hipoparatiroid, tumor medula adrenal, keadaan menstruasi-hamil-menopause.
4. Kelainan psikiatrik: depresi, neurosa cemas, sindrom hiperventilasi, fobia.
5. Kelainan mata: kelainan proprioseptik.
6. Intoksikasi.

Askep Vertigo


C. Patofisiologi

Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom; di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala lainnya (http://www.kalbefarma.com).

Askep Vertigo


D. Klasifikasi Vertigo

Berdasarkan gejala klinisnya, vertigo dapat dibagi atas beberapa kelompok :

1. Vertigo paroksismal
Yaitu vertigo yang serangannya datang mendadak, berlangsung beberapa menit atau hari, kemudian menghilang sempurna; tetapi suatu ketika serangan tersebut dapat muncul lagi. Di antara serangan, penderita sama sekali bebas keluhan. Vertigo jenis ini dibedakan menjadi :
* Yang disertai keluhan telinga :
Termasuk kelompok ini adalah : Morbus Meniere, Arakhnoiditis pontoserebelaris, Sindrom Lermoyes, Sindrom Cogan, tumor fossa cranii posterior, kelainan gigi/ odontogen.
* Yang tanpa disertai keluhan telinga :
Termasuk di sini adalah : Serangan iskemi sepintas arteria vertebrobasilaris, Epilepsi, Migren ekuivalen, Vertigo pada anak (Vertigo de L'enfance), Labirin picu (trigger labyrinth).
* Yang timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi :
Termasuk di sini adalah : Vertigo posisional paroksismal laten, Vertigo posisional paroksismal benigna.
2. Vertigo kronis
Yaitu vertigo yang menetap, keluhannya konstan tanpa (Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004: 47) serangan akut, dibedakan menjadi:
* Yang disertai keluhan telinga : Otitis media kronika, meningitis Tb, labirintitis kronis, Lues serebri, lesi labirin akibat bahan ototoksik, tumor serebelopontin.
* Tanpa keluhan telinga : Kontusio serebri, ensefalitis pontis, sindrom pasca komosio, pelagra, siringobulbi, hipoglikemi, sklerosis multipel, kelainan okuler, intoksikasi obat, kelainan psikis, kelainan kardiovaskuler, kelainan endokrin.
* Vertigo yang dipengaruhi posisi : Hipotensi ortostatik, Vertigo servikalis.
3. Vertigo yang serangannya mendadak/akut, kemudian berangsur-angsur mengurang, dibedakan menjadi :
* Disertai keluhan telinga : Trauma labirin, herpes zoster otikus, labirintitis akuta, perdarahan labirin, neuritis n.VIII, cedera pada auditiva interna/arteria vestibulokoklearis.
* Tanpa keluhan telinga : Neuronitis vestibularis, sindrom arteria vestibularis anterior, ensefalitis vestibularis, vertigo epidemika, sklerosis multipleks, hematobulbi, sumbatan arteria serebeli inferior posterior.

Ada pula yang membagi vertigo menjadi :

1. Vertigo Vestibuler: akibat kelainan sistem vestibuler.
2. Vertigo Non Vestibuler: akibat kelainan sistem somatosensorik dan visual.

Askep Vertigo


D. Manifestasi klinik

Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai gejala sehubungan dengan reak dan lembab yaitu mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan selaput putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput tipis.


E. Pemerikasaan Penunjang

1. Pemeriksaan fisik :
* Pemeriksaan mata
* Pemeriksaan alat keseimbangan tubuh
* Pemeriksaan neurologik
* Pemeriksaan otologik
* Pemeriksaan fisik umum.
2. Pemeriksaan khusus :
* ENG
* Audiometri dan BAEP
* Psikiatrik
3. Pemeriksaan tambahan :
* Laboratorium
* Radiologik dan Imaging
* EEG, EMG, dan EKG.


F. Penatalaksanaan Medis

Terapi menurut (Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004: 48) :
Terdiri dari :

1. Terapi kausal
2. Terapi simtomatik
3. Terapi rehabilitatif.


Download Askep Vertigo click here

Askep Vertigo


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN VERTIGO


A. Pengkajian

1. Aktivitas / Istirahat
* Letih, lemah, malaise
* Keterbatasan gerak
* Ketegangan mata, kesulitan membaca
* Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala.
* Sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja) atau karena perubahan cuaca.
2. Sirkulasi
* Riwayat hypertensi
* Denyutan vaskuler, misal daerah temporal.
* Pucat, wajah tampak kemerahan.
3. Integritas Ego
* Faktor-faktor stress emosional/lingkungan tertentu
* Perubahan ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan depresi
* Kekhawatiran, ansietas, peka rangsangan selama sakit kepala
* Mekanisme refresif/dekensif (sakit kepala kronik).
4. Makanan dan cairan
* Makanan yang tinggi vasorektiknya misalnya kafein, coklat, bawang, keju, alkohol, anggur, daging, tomat, makan berlemak, jeruk, saus, hotdog, MSG (pada migrain).
* Mual/muntah, anoreksia (selama nyeri)
* Penurunan berat badan
5. Neurosensoris
* Pening, disorientasi (selama sakit kepala)
* Riwayat kejang, cedera kepala yang baru terjadi, trauma, stroke.
* Aura ; fasialis, olfaktorius, tinitus.
* Perubahan visual, sensitif terhadap cahaya/suara yang keras, epitaksis.
* Parastesia, kelemahan progresif/paralysis satu sisi tempore
* Perubahan pada pola bicara/pola pikir
* Mudah terangsang, peka terhadap stimulus.
* Penurunan refleks tendon dalam
* Papiledema.
6. Nyeri/ kenyamanan
* Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala, misal migrain, ketegangan otot, cluster, tumor otak, pascatrauma, sinusitis.
* Nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah.
* Fokus menyempit
* Fokus pada diri sendiri
* Respon emosional / perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah.
* Otot-otot daerah leher juga menegang, frigiditas vokal.
7. Keamanan
* Riwayat alergi atau reaksi alergi
* Demam (sakit kepala)
* Gangguan cara berjalan, parastesia, paralisis
* Drainase nasal purulent (sakit kepala pada gangguan sinus).
8. Interaksi sosial
* Perubahan dalam tanggung jawab/peran interaksi sosial yang berhubungan dengan penyakit.
9. Penyuluhan / pembelajaran
* Riwayat hypertensi, migrain, stroke, penyakit pada keluarga
* Penggunaan alcohol/obat lain termasuk kafein. Kontrasepsi oral/hormone, menopause.


B. Diagnosa Keperawatan (Doengoes, 1999:2021)

1. Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan stress dan ketegangan, iritasi/ tekanan syaraf, vasospressor, peningkatan intrakranial ditandai dengan menyatakan nyeri yang dipengaruhi oleh faktor misal, perubahan posisi, perubahan pola tidur, gelisah.
2. Koping individual tak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan relaksasi, metode koping tidak adekuat, kelebihan beban kerja.
3. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal informasi dan kurang mengingat ditandai oleh memintanya informasi, ketidak-adekuatannya mengikuti instruksi.


C. Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1. :
Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan stress dan ketegangan, iritasi/ tekanan syaraf, vasospasme, peningkatan intrakranial ditandai dengan menyatakan nyeri yang dipengaruhi oleh faktor misal, perubahan posisi, perubahan pola tidur, gelisah.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria Hasil :

* Klien mengungkapkan rasa nyeri berkurang
* Tanda-tanda vital normal
* pasien tampak tenang dan rileks.

Intervensi :

* Pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri.
Rasional : Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan.
* Anjurkan klien istirahat ditempat tidur.
Rasional : istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri.
* Atur posisi pasien senyaman mungkin
Rasional : posisi yang tepat mengurangi penekanan dan mencegah ketegangan otot serta mengurangi nyeri.
* Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan lebih nyaman.
* Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
Rasional : analgetik berguna untuk mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi lebih nyaman.


Diagnosa Keperawatan 2. :
Koping individual tak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan relaksasi, metode koping tidak adekuat, kelebihan beban kerja.
Tujuan : koping individu menjadi lebih adekuat
Kriteria Hasil :

* Mengidentifikasi prilaku yang tidak efektif
* Mengungkapkan kesadaran tentang kemampuan koping yang di miliki.
* Mengkaji situasi saat ini yang akurat
* Menunjukkan perubahan gaya hidup yang diperlukan atau situasi yang tepat.

Intervensi :

* Kaji kapasitas fisiologis yang bersifat umum.
Rasional : Mengenal sejauh dan mengidentifikasi penyimpangan fungsi fisiologis tubuh dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan.
* Sarankan klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Rasional : klien akan merasakan kelegaan setelah mengungkapkan segala perasaannya dan menjadi lebih tenang.
* Berikan informasi mengenai penyebab sakit kepala, penenangan dan hasil yang diharapkan.
Rasional : agar klien mengetahui kondisi dan pengobatan yang diterimanya, dan memberikan klien harapan dan semangat untuk pulih.
* Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian, ambil keuntungan dari kegiatan yang dapat diajarkan.
Rasional : membuat klien merasa lebih berarti dan dihargai.


Diagnosa Keperawatan 3. :
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal informasi dan kurang mengingat ditandai oleh memintanya informasi, ketidak-adekuatannya mengikuti instruksi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil :

* Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
* Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.

Intervensi :

* Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
* Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
* Diskusikan penyebab individual dari sakit kepala bila diketahui.
Rasional : untuk mengurangi kecemasan klien serta menambah pengetahuan klien tetang penyakitnya.
* Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
* Diskusikan mengenai pentingnya posisi atau letak tubuh yang normal
Rasional : agar klien mampu melakukan dan merubah posisi/letak tubuh yang kurang baik.
* Anjurkan pasien untuk selalu memperhatikan sakit kepala yang dialaminya dan faktor-faktor yang berhubungan.
Rasional : dengan memperhatikan faktor yang berhubungan klien dapat mengurangi sakit kepala sendiri dengan tindakan sederhana, seperti berbaring, beristirahat pada saat serangan.


C. Evaluasi

Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Carpenito, 1999:28)
Tujuan Pemulangan pada vertigo adalah :

1. Nyeri dapat dihilangkan atau diatasi.
2. Perubahan gaya hidup atau perilaku untuk mengontrol atau mencegah kekambuhan.
3. Memahami kebutuhan atau kondisi proses penyakit dan kebutuhan terapeutik.


DAFTAR PUSTAKA

Lynda Juall carpernito, Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2, EGC, Jakarta, 1999.
Marilynn E. Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3, EGC, Jakarta, 1999.
http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/14415 Terapi Akupunktur untuk Vertigo.pdf/144_15TerapiAkupunkturuntukVertigo.html
Kang L S,. Pengobatan Vertigo dengan Akupunktur, Cermin Dunia Kedokteran No. 144, Jakarta, 2004.

ASKEP INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

A. Pengertian
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, 2001)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih. (Enggram, Barbara, 1998)


B. Klasifikasi
Klasifikasi infeksi saluran kemih sebagai berikut :
1. Kandung kemih (sistitis)
2. Uretra (uretritis)
3. Prostat (prostatitis)
4. Ginjal (pielonefritis)

Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan menjadi:
1. ISK uncomplicated (simple)
ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik, anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usi lanjut terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih.
2. ISK complicated
Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini terjadi bila terdapat keadaan-keadaan sebagi berikut:
o Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko uretral obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing menetap dan prostatitis.
o Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK.
o Gangguan daya tahan tubuh
o Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti prosteus spp yang memproduksi urease.

C. Etiologi
1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:
o Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
o Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)
o Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.
2. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain:
o Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang kurang efektif
o Mobilitas menurun
o Nutrisi yang sering kurang baik
o Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
o Adanya hambatan pada aliran urin
o Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat

D. Patofisiologi

Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen.
Ada dua jalur utama terjadinya ISK yaitu asending dan hematogen.

• Secara asending yaitu:
o Masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: factor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi.
o Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal.

• Secara hematogen yaitu:
Sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain.

Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya:
• Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap atau kurang efektif.
• Mobilitas menurun
• Nutrisi yang sering kurang baik
• System imunnitas yng menurun
• Adanya hambatan pada saluran urin
• Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensii yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar ke suluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang menakibtakan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu, neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia 60 tahun.


E. Tanda dan Gejala
1. Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah :
o Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
o Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
o Hematuria
o Nyeri punggung dapat terjadi
2. Tanda dan gejala ISK bagian atas adalah :
o Demam
o Menggigil
o Nyeri panggul dan pinggang
o Nyeri ketika berkemih
o Malaise
o Pusing
o Mual dan muntah

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis
o Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
o Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
o Mikroskopis
o Biakan bakteri
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.
5. Metode tes
o Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
o Tes Penyakit Menular Seksual (PMS) :
Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
o Tes- tes tambahan :
Urogram intravena (IVU), Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.


G. Penatalaksanaan

Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhaap flora fekal dan vagina.
Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas:
• Terapi antibiotika dosis tunggal
• Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari
• Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu
• Terapi dosis rendah untuk supresi
Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi. Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi, factor kausatif (mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis rendah.
Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin), trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini. Pyridium, suatu analgesic urinarius jug adapt digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat infeksi.
Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina adanya:
• Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan
• Interansi obat
• Efek samping obat
• Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal
Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal:
• Efek nefrotosik obat
• Efek toksisitas obat


Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Infeksi Saluran Kemih (ISK)

A. Pengkajian
1. Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe
2. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko:
o Adakah riwayat infeksi sebelumnya?
o Adakah riwayat obstruksi pada saluran kemih?
3. Adanya faktor predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial
o Bagaimana dengan pemasangan folley kateter ?
o Imobilisasi dalam waktu yang lama ?
o Apakah terjadi inkontinensia urine?
4. Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih
o Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor predisposisi terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)
o Adakah disuria?
o Adakah urgensi?
o Adakah hesitancy?
o Adakah bau urine yang menyengat?
o Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan konsentrasi urine?
o Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian bawah ?
o Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas ?
o Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas.
5. Pengkajian psikologi pasien:
o Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan yang telah dilakukan?
o Adakakan perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap penyakitnya.

B. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan sruktur traktus urinarius lain.
2. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain.
3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.

C. Intervensi
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain.
Kriteria Hasil :
o Nyeri berkurang / hilang saat dan sesudah berkemih
Intervensi:

o Pantau perubahan warna urin, pantau pola berkemih, masukan dan keluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang
Rasional: untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan
o Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) nyeri.
Rasional: membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab nyeri
o Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan.
Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
o Berikan perawatan perineal
Rasional: untuk mencegah kontaminasi uretra
o Jika dipaang kateter, perawatan kateter 2 kali per hari.
Rasional: Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik ke saluran perkemihan.
o Alihkan perhatian pada hal yang menyenangkan
Rasional : relaksasi, menghindari terlalu merasakan nyeri.

2. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain.
Kriteria Hasil :
Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi, oliguri, disuria)
Intervensi:

o Awasi pemasukan dan pengeluaran karakteristi urin
Rasional: memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi
o Dorong meningkatkan pemasukan cairan
Rasional: peningkatan hidrasi membilas bakteri.
o Kaji keluhan pada kandung kemih
Rasional: retensi urin dapat terjadi menyebabkan distensi jaringan (kandung kemih/ginjal)
o Observasi perubahan tingkat kesadaran
Rasional: akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada susunan saraf pusat
o Kolaborasi:
Awasi pemeriksaan laboratorium; elektrolit,
§ BUN, kreatinin
Rasional: pengawasan terhadap disfungsi ginjal
Lakukan
§ tindakan untuk memelihara asam urin: tingkatkan masukan sari buah berri dan berikan obat-obat untuk meningkatkan aam urin.
Rasional: aam urin menghalangi tumbuhnya kuman. Peningkatan masukan sari buah dapt berpengaruh dalm pengobatan infeksi saluran kemih.

3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
KriteriaHasil : menyatakan mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.
Intervensi:

o Berikan waktu kepada pasien untuk menanyakan apa yang tidak di ketahui tentang penyakitnya.
Rasional : Mengetahui sejauh mana ketidak tahuan pasien tentang penyakitnya.
o Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
Rasional: memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan beradasarkan informasi.
o Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran, jelaskan pemberian antibiotik, pemeriksaan diagnostik: tujuan, gambaran singkat, persiapan ynag dibutuhkan sebelum pemeriksaan, perawatan sesudah pemeriksaan.
Rasional: pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan membantu mengembankan kepatuhan klien terhadap rencan terapetik.
o Anjurkan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, minum sebanyak kurang lebih delapan gelas per hari.
Rasional: Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda penyakit mereda. Cairan menolong membilas ginjal.
o Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan.
Rasional: Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan dan membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.

DAFTAR PUSTAKA


Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi: 3. Jakrta: EGC.

Enggram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan
Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.

Parsudi, Imam A. (1999). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI

Price, Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit: pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.

Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.